Aku, Ayah dan Nasionalisme
“Sejarah itu akan terulang.Cuma pemain dan waktunya yang beda anakku. Begitulah ucapan ayah padaku. Suaranya begitu berat. Tatapannya menerawang jauh. Entah apa yang ada dalam pikirannya.
Memang akhir-akhir ini ayah jarang sekali bicara. Ya kadang seperlunya saja.
“aku tidak tahu lagi jadi apa bangsa ini. Meraka para pemimpin sekarang adalah teman-teman sepermainan ayah waktu kecil. Aku tahu mereka. Tapi mereka telah berubah. Begitulah manusia. Tidak bisa ditebak. Benar kata nenekmu dulu,”sedalam-dalamnya lautan masih bisa diselami. Tapi kalau kedalam jiwa seseorang tidak bisa diselami.
Mendengar perkataan ayah, aku hanya diam. Karena bagiku, itu adalah ilmu kehidupan. Itu tidak didapat di ruang-kelas. Aku menyimak petuah-petuahnya yang sering aku tidak mengerti maksudnya. Bahasanya penuh kiasan dan perumpamaan.
“anakku…!!!”.
“iya ayah..!!.
“apa yang engkau pahami tentang nasionalisme dalam eramu ini.”
Mendengar pertanyaan ayah, aku bingung. Dia menanyaiku tentang nasionalisme. Tapi dia mengharap keterang dalam perspektif saya.
“apa merunutmu?”, aku kaget. Ayah telah membuyarkan pikiraku dengan pertanyaanya.
“nasionalisme dalam konteks kekinian dan kedisinian …
aku memahami bahwa perilaku nasionalisme bukan lagi mamanggul bambu runcing atau senapan seperti tahun 45. nasionalisme bukan hanya mengibarkan bendera merah putih saat upara 17 agustus. Tetapi nasionalisme sekarang bentuknya adalah perang melawan KKN, skandal politik dan ekonomi. Perang melawan kebijakan yang tidak memihak pada kepentingan bangsa
Sekarang penjajahan tidak lagi berbentuk peluru atau rudal. Sekarang menajajah atau penguasaan satu Negara pada Negara lain bukan bentuk pencaplokan sebagaimana yang dilakukan zionis pada palestina. Tetapi penjajahan berbentuk LOBI, MoU, kesepakatan dan antara pihak asing dengan pemerintah lewat tanda tangannya. Pertukarang budaya atau bertukaran pelajar. LSM atau NGO
Inilah yang dinamakan Soft Power
itulah sedikit jawabanku pada ayahku. Ya walaupun itu jauh dari harapan ayah yang lebih banyak makan asam garam kehidupan.
Setelah mendengar jawabankuayah hanya tersenyum dan terkekek.”anakku…! anakku…!! Kau memanganakku satu2-nya harapan ayah.
“Ya udah
karena waktu sudah malam, akhirnya aku masuk kekamar tidur dan aku matikan lampu.
Akibat kantuk yang sudah sangat, akhirnya aku terlelap dan pergi kealam kapuk (TIDUR) pada saat aku akut tidur, aku tidak tahu lagi tetang apa yang terjadi diluar
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda